Sudah Beredar Toko-toko Buku!
MURJANGKUNG, Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu
Kumpulan cerpen A.S. Laksana
"... mengembalikan kekuatan seni bercerita... kita menikmati bahasanya yang tersusun ketat dan tak berniat menjelas-jelaskan, tapi begitu kaya dengan perincian situasi dan peristiwa. Ceritanya selalu mengandung sikap kritis terhadap bentuk cerita itu sendiri. Pembaca akan terbawa oleh aliran cerita, namun pada akhirnya ia akan tersadar akan muslihat sang narator...."
- Majalah Tempo, tentang Bidadari yang Mengembara
Kini, Murjangkung....
"Murjangkung kembali memeragakan kepiawaian Laksana sebagai pendongeng yang mahir meramu humor dan tragedi."—Majalah Tempo
"Jawaban untuk setiap pertanyaannya berloncatan
seperti katak-katak dalam film Magnolia."—Majalah Dewi
"Murjangkung ingin mengatakan bahwa: teks fiksi sebaiknya membuka keran imajinasi para pembaca untuk memiliki dunia
dan atmosfer cerita yang khas...."—Harian Jawa Pos
- Majalah Tempo, tentang Bidadari yang Mengembara
Kini, Murjangkung....
"Murjangkung kembali memeragakan kepiawaian Laksana sebagai pendongeng yang mahir meramu humor dan tragedi."—Majalah Tempo
"Jawaban untuk setiap pertanyaannya berloncatan
seperti katak-katak dalam film Magnolia."—Majalah Dewi
"Murjangkung ingin mengatakan bahwa: teks fiksi sebaiknya membuka keran imajinasi para pembaca untuk memiliki dunia
dan atmosfer cerita yang khas...."—Harian Jawa Pos
Teman-teman,
Ini buku kumpulan cerpen kedua saya, setelah "Bidadari yang Mengembara". Buku pertama itu mengalami nasib mujur ketika diterbitkan. Majalah Tempo memilihnya sebagai buku sastra terbaik tahun 2004. Saya tidak tahu apakah "Murjangkung" akan mengalami nasib sebaik "Bidadari". Yang jelas, sambutan dan pujian, juga kritik, yang diberikan kepada buku kumpulan cerpen pertama itu memberi tekanan tersendiri kepada saya. Ketika anda sudah memulai dengan baik, pada kesempatan-kesempatan berikutnya anda hanya punya satu pilihan: ialah melahirkan sesuatu yang lebih baik. Tekanan lainnya adalah bagaimana melepaskan diri dari bayang-bayang karya terdahulu. Kebanyakan pembaca menyukai cerpen "Menggambar Ayah", juga "Bidadari yang Mengembara", dan mungkin mereka punya ingatan tersendiri tentang kedua cerita tersebut. Mungkin mereka akan membanding-bandingkan cerita-cerita di buku kumpulan Murjangkung ini dengan cerita-cerita yang mereka sukai di buku saya sebelumnya. Mungkin anda akan melakukan tindakan serupa. Saya paham hal itu. Urusan pembaca adalah mengekalkan ingatan pada apa yang mereka sukai. Sebaliknya, urusan penulis adalah menghapus ingatan dari apa-apa yang sudah ia bikin. Ia hanya memusatkan perhatian pada bagaimana melahirkan karya sebaik-baiknya saat ini. Kumpulan cerpen "Murjangkung" (berisi 20 cerpen) mungkin lebih baik atau mungkin tidak lebih baik dibandingkan kumpulan cerpen "Bidadari yang Mengembara". Bagaimanapun, buku itu sudah berlalu 9 tahun sejak ia diterbitkan pertama kali. Dan sembilan tahun adalah waktu yang sia-sia jika tidak terjadi perubahan apa pun. Salam. A.S. Laksana NB. Murjangkung diterbitkan oleh Penerbit GagasMedia, bisa didapatkan di toko-toko buku. *** Apa saja cerita yang ada dalam Kumpulan Cerpen Murjangkung Ada 20 cerita pendek dalam buku ini, beberapa mungkin sudah pernah anda baca karena semuanya sudah pernah dimuat di media massa. |
1. Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut
Ini cerita tentang para pemabuk tetapi kau bisa membacanya dengan pikiran tenang menurut caramu sendiri. Jika kau tinggal serumah dengan orang yang bising, kurasa ada baiknya kau menyingkir sebentar dari dia dan mencari tempat yang nyaman bagimu untuk menikmati sedikit waktu. Mungkin kau bisa masuk ke kamar kecil, pura-pura berak, padahal kau hanya memerlukan ketenteraman hati untuk sebuah cerita. Dan ketika kau menemukan tempat setenang kakusmu, kau bisa menarik nafas panjang dan merasa lega. Atau kau bisa tetap menyandingi kebisingan sambil membayangkan dirimu berada di taman bunga. Ini sekadar bagaimana cara kita menata pikiran. Hantu ada, kau tahu, karena kita memikirkannya. Begitu pun taman bunga. 2. Otobiografi Gloria Setelah malam itu, kau tahu, nenekku harus menjalani lagi seluruh hal yang ia sendiri sudah bosan melakukannya dan ia menjalaninya sendirian karena kakekku sudah tidak lagi menemaninya. Lelaki itu masih hidup, tetapi ia tidak mungkin meninggalkan kerangkeng yang mengurungnya. 3. Dongeng Cinta yang Dungu Burung itu memekik sejak pagi dan si belatung datang siang hari, membuyarkan segala yang telah direncanakan oleh Fira dua hari sebelumnya. Gadis itu merasakan kulit kepalanya seperti mau mengelupas dan otaknya mengeras seketika. Waktu itu ia ada di kamarnya dan baru selesai mencukur bulu-bulu ketiaknya yang sudah mulai kasar dan menimbulkan rasa gatal. Ibunyalah yang keluar menemui si belatung yang baru datang dan mempersilakannya duduk di ruang tamu; Fira melanjutkan urusannya. Dioleskannya deodoran di ketiaknya yang sudah rapi dan ketiak itu segera menerbitkan bau harum yang sangat ia sukai. Sudah lama ia memilih deodoran ini, dengan harum yang itu-itu juga, yang membuatnya merasa tenteram di mana saja. 4. Perempuan dari Masa Lalu Mengikuti anjuran sebuah buku, Seto mengunci diri di dalam kamar, memejamkan mata, dan membayangkan adegan-adegan yang bisa jadi adalah kehidupan masa lalunya. “Mungkin anda adalah gadis kecil yang terjatuh dari pohon atau mati terbenam di kolam,” kata buku itu. “Atau anda, di masa prasejarah, adalah anggota dari suku yang gemar menyiksa orang tua yang sakit-sakitan dan suka mengorbankan orang-orang cacat pada dewa kegelapan.” 5. Bagaimana Kami Selamat dari Kompeni dan Sebagainya Setiap tukang cerita pastilah berniat memukau orang sejak kalimat pertama. Itu pula niatku meski pada akhirnya hanya bisa kudapatkan kalimat pertama yang amat sepele: Kata sahibul hikayat, orang-orang Cina menyukai hujan lebat di tahun baru. Dan konon mereka akan meratap setahun penuh jika hujan lebat tidak turun di awal tahun. Mereka menanam prasangka baik pada hujan awal tahun. Air yang jatuh deras dari langit mereka bayangkan sebagai uang berlimpah, mengguyur atap rumah dan membeceki pekarangan. 6. Seto Menulis Peri, Pelangi, dan Para Putri Pada suatu hari, ketika segala hal menjadi terang, dan begitu pun matamu, kau bisa mendapati seorang mayor bertingkah mencurigakan di rumahnya sendiri. Di rumah mayor itu Seto pernah datang sebagai juru selamat; ia membebaskan seorang berandal tanggung, anak si Mayor, dari keroyokan para bajingan depan losmen gara-gara urusan perempuan. “Tinggallah di sini,” kata Pak Mayor ketika Seto mengantar pulang si anak yang lebam. 7. Teknik Mendapatkan Cinta Sejati Jika harus membenci orang yang sangat kaucintai, apa yang akan kaulakukan? Pertanyaan itu datang Senin pagi ketika Seto baru bangun tidur. Masih samar benda-benda, masih remang pikirannya, dan tampang dungu adiknya sudah bercokol di depan mata. Seto tahu bahwa adiknya akan tampak seperti itu kapan saja, dan mungkin selamanya. Ibunya salah dalam hal ini. Pada umur dua tahun, adiknya memungut konde palsu ibunya yang, entah bagaimana, jatuh ke lantai dan memasukkannya ke mulut. Lalu ia jalan sempoyongan ke teras rumah sambil menggigit konde. “Papa, lihat dia!” kata ibunya. “Dia makan konde. Lucu sekali.” 8. Dua Perempuan di Satu Rumah Sampai tiba hari kematiannya, Oktober 1984, Seto sudah melakukan enam perbuatan tak pantas, memecahkan tempurung lutut anak buahnya yang berkhianat, dan menulis 37 puisi yang menyedihkan. Ia ditembak mati pada dinihari dan mayatnya dibuang di dekat petak-petak tambak di pesisir utara Semarang dan kelihatannya memang sengaja ditaruh di tempat yang mudah dilihat orang. Ketika hari terang, tiga orang yang berangkat mengail menemukan mayat Seto terbungkus karung. Umurku 5 tahun ketika pemberantasan misterius itu berlangsung dan ibuku 26 tahun. Sebulan setelah melewati usia 30, ibuku meninggal, sebagian karena sedih dan sebagian karena penyakit parah di tenggorokannya. Dalam dua tahun terakhir hidupnya, ia tidak bisa bicara dan tampak seperti cacing. 9. Bukan Ciuman Pertama Kami berpapasan di tikungan dekat rumah dan saling bertatapan sebentar—mata kanannya tidak membuka. Aku melengos ke arah lumut di tembok lorong, ke anak kecil yang sedang mengencingi tembok itu, ke apa saja yang lebih baik ketimbang mata kanan orang itu. Kata orang kau tak boleh melihat pemandangan yang terlalu buruk saat istrimu hamil. Mata itu, misalnya. Ia bisa menularkan cacatnya ke anak yang dikandung istrimu jika kau memandangnya terlalu lama dan menyimpannya terlalu kuat di benakmu. Kau juga tidak boleh memancing ikan, menyumpal mulut botol, atau membunuh kecoa. 10. Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis Fakta pertama, gadis itu cantik dan itu membuat Alit kikuk dan itu membuatnya tiba-tiba menyadari betapa pentingnya bakat. Fakta berikutnya, para penjual motivasi selalu mengatakan kepadamu bahwa untuk menjadi ini dan itu kau tidak memerlukan bakat. Alit pernah meyakininya ketika ia memutuskan belajar sulap, tetapi belakangan ia tidak terlalu percaya pada bujukan itu. Ia kembali yakin pada bakat. “Jika bakatmu adalah pawang kera,” katanya, “kau pasti akan lebih beruntung menjadi pawang kera ketimbang memaksakan diri menjadi penulis atau menjadi tukang ketik. Dan jika kau mengembangkan diri menurut bakatmu, suatu saat kau bahkan bisa meningkatkan diri menjadi pawang gorila.” 11. Kisah Batu Menangis Sekali waktu kau perlu mendengarkan rintihan benda-benda atau apa saja di sekitarmu yang tak pernah kau beri perhatian. Mungkin itu sebutir kerikil, mungkin seekor kadal, atau sebatang alang-alang, atau apa saja. 12. Seorang Utusan Memotong Telinga Raja Jawa Akhirnya bisa kusampaikan kabar ini, kabar baik yang tertunda sekian lama, kabar baik mengenai pekerjaan besar yang tertunda sekian lama. Kautahu, setiap pekerjaan besar memang selalu menuntut kesabaran dan ia bisa dimulai dari peristiwa yang amat sepele: sebuah pertemuan tak sengaja dengan teman lama—teman baik di waktu lalu, yang agak menjemukan setelah beberapa tahun tak ketemu. 13. Lelaki Beristri Batu Aku tahu banyak tentangnya. Salah satunya, ia pernah menyimpan rajah pengasihan Nabi Sulaiman, penguasa jin dan semut-semut, di bawah bantalnya. Tetapi mereka pasti menertawaiku jika aku menceritakan apa yang sesungguhnya dan aku tidak suka menjadi bahan tertawaan orang. Sampai sekarang aku terus mengunci mulutku, meski aku tak akan berkeberatan menyampaikan, jika ada yang bertanya, apa yang telah terjadi pada suatu siang ketika pengkhianat itu datang lagi menemuinya. 14. Efek Sayap Kupu-Kupu Minggu ini aku tertarik sekali pada berita-berita politik dan menemukan pertanyaan gila dari sebuah buku yang kubeli di tukang loak. “Apakah kepak sebelah sayap kupu-kupu di Brazil menyebabkan badai tornado di Texas?” Pertanyaan ini meloncat dari pikiran Edward Lopez, si peramal cuaca yang tekun melakukan percobaan, pada tahun 1960. Setelah itu orang-orang bicara tentang efek kupu-kupu. 15. Ibu Tiri Bergigi Emas Aku bertandang ke rumah Alit pada hari Minggu dua bulan setelah ia meninggalkan Semarang dan menemukan di rumah itu seorang lelaki muram tengah membaca surat yang tampaknya sudah ia baca berulang-ulang. Punggungnya merosot di sandaran kursi dan ia seperti sudah duduk di sana beberapa waktu sebelum wahyu pertama diturunkan. Pukul sebelas istrinya datang dari pasar menjinjing barang-barang belanjaan. Perempuan ini bukan ibu Alit. Ia datang belakangan dan menjadi nyonya rumah menggantikan ibu Alit yang pergi pada hari Jumat dan berjanji akan pulang pada hari Senin namun tidak pernah kembali pada hari apa pun. 16. Seorang Lelaki Telungkup di Kuburan Harus kukatakan kepadamu sejak awal bahwa ini bukan cerita yang kukarang sendiri. Aku hanya berusaha menyelam ke dalam diri seseorang yang tak kukenal dan mencoba menuturkan kisahnya menurut apa yang kurasakan. Ingatkan aku jika ada bagian-bagian yang meleset, sebab orang itu sudah mati. Orang-orang menemukan mayatnya menelungkup di gundukan makam anak dan istrinya. Aku tentu saja berharap bahwa apa yang kututurkan ini tidak mengandung kekeliruan. Sebab, aku tidak ingin melakukan kekeliruan kepada orang yang sudah mati. Satu hal lagi yang perlu kusampaikan, jika selanjutnya kau menemukan sebutan “aku” pada tuturan ini maka sebutan itu kugunakan untuk mewakili orang itu…. 17. Malam Saweran Menurutku laporan bersambung itu mengada-ada. Kau bisa menganggapnya sebagai upaya berlebihan untuk membuatmu putus asa mengikuti sepak terkam orang-orang yang gemar menyelinap di tengah malam. Wartawan itu memang menulis dalam gaya yang samar; ia menceritakan tabiat sejumlah orang tanpa menyodorkan petunjuk yang memungkinkanmu menerka siapa saja sesungguhnya yang sedang ia ceritakan dan di mana kejadiannya berlangsung. 18. Cerita untuk Anak-Anakmu Kuharap anak-anakmu menyukai cerita ini. Aku sudah mengubah banyak sehingga ia tidak sama dengan apa yang kupikirkan semula. Kau tahu, dulu aku tegang sekali melihat anak-anakmu khusyuk mengunyah televisi. Aku menganggap benda itu sebagai keparat dan kau justru menyuruh anak-anakmu bersahabat dengannya. “Anak-anakmu akan ditenungnya menjadi cacingan,” kataku. Aku ingin menampar mukamu; aku ingin menghajar anak-anakmu. Tapi kini tidak lagi. Aku sekarang orangnya bisa tahan. Sudah lama bukan celeng lagi.*) Maka janganlah menaruh curiga pada apa yang sebentar lagi kututurkan kepada mereka; aku sudah mempertimbangkan cerita ini matang-matang dan yakin bahwa ia tidak akan mengacaukan isi kepala anak-anakmu. Anggap saja ini upaya tulusku untuk mendekati dan merangkul mereka. Jadi, inilah cerita untuk anak-anakmu.... 19. Kuda Perempuan itu menyebutnya kuda. Maka ia merasa dirinya sebagai kuda berbulu putih, kuda yang biasa ditunggangi oleh tokoh utama dalam film-film koboi: agak jinak, tapi pada saatnya bisa berlari tak kenal letih untuk menopang sang penunggang yang harus menyelesaikan tugas berat menghabisi para perampok dan lelaki-lelaki kasar. Ia menyukai gambaran diri yang seperti itu. “Naiklah ke punggungku,” katanya. Perempuan itu beringsut, merapatkan dirinya, seperti kucing menggesekkan bulu-bulunya ke kaki majikan. Perempuan itu menggeseknya. Dan ia masih membayangkan dirinya sebagai kuda jantan.... 20. Peristiwa Kedua, Seperti Komidi Putar Dua tahun sebelum si pemimpin dilahirkan, seseorang melintasi pekarangan dalam gerak mengambang, seperti hantu atau orang yang kelelahan. Rumah itu agak terpencil dari rumah-rumah lain dan perempuan itu seperti tiba-tiba ada di sana. Ia seperti muncul begitu saja dari balik pohon. Umurnya paling banter 26 tahun, namun, dengan pakaian amat tua, ia seperti datang dari masa silam. Komentar Pembaca | Cerpen Favorit Pembaca |